A. Pengertian Sampah
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk
maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak
atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau
ditolak atau buangan”.
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai
ekonomis.” (Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996).
Berangkat dari pandangan tersebut sehingga sampah dapat dirumuskan
sebagai bahan sisa dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari:
1. Rumah tangga
2. kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan.
3. fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas
4. fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,
5. Industri
6. hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.
Sampah padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian : sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering).
Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang
diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan
atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami.
Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya
sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll. Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri.
Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan
aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat
diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam
waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga,
misalnya berupa botol, botol, tas plsti. Dan botol kaleng Kertas, koran,
dan karton merupakan pengecualian.
Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik.
Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti
sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka
dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.
B. Dampak Sampah bagi Manusia dan Lingkungan
Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian
maupun rumah tangga sangat merugikan manusia, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Melalui kegiatan perindustrian dan teknologi
diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan.
Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif
yang tidak sedikit. Dampak bagi kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah
yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan
tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai
binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
- Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air
minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat
dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
- Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
- Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu
contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang
ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
- Sampah beracun:
Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat
mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini
berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi
baterai dan akumulator.
Dampak Terhadap Lingkungan Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam
drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk
ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini
mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah
yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair
organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam
konsentrasi tinggi dapat meledak. Dampak terhadap keadaan social dan
ekonomi :
- Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang
kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
- Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
- Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat.
- Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung
(untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung
(tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
- Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan
memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan,
jembatan, drainase, dan lain-lain.
- Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang
tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan
air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang
akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan
perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.
C. Bahaya Sampah Plastik bagi Kesehatan dan Lingkungan
Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai
saat ini masih tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa Indonesia adalah
faktor pembuangan limbah sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi
sampah yang berbahaya dan sulit dikelola. Diperlukan waktu puluhan
bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas kantong plastik itu
benar-benar terurai. Namun yang menjadi persoalan adalah dampak negatif
sampah plastik ternyata sebesar fungsinya juga.
Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara
terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu
yang sangat lama. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan
mencemari tanah dan air tanah. Jika dibakar, sampah plastik akan
menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yaitu jika
proses pembakaranya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara
sebagai dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya bila terhirup manusia.
Dampaknya antara lain memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan
hati, gangguan sistem saraf dan memicu depresi. Kantong plastik juga
penyebab banjir, karena menyumbat saluran-saluran air, tanggul. Sehingga
mengakibatkan banjir bahkan yang terparah merusak turbin waduk.
Diperkirakan, 500 juta hingga satu miliar kantong plastik digunakan di
dunia tiap tahunnya. Jika sampah-sampah ini dibentangkan maka, dapat
membukus permukaan bumi setidaknya hingga 10 kali lipat!
Coba anda bayangkan begitu fantastisnya sampah plastik yang sudah
terlampau menggunung di bumi kita ini. Dan tahukah anda? Setiap tahun,
sekitar 500 milyar-1 triliyun kantong plastik digunakan di seluruh
dunia. Diperkirakan setiap orang menghabiskan 170 kantong plastik setiap
tahunnya (coba kalikan dengan jumlah penduduk kotamu!) Lebih dari 17
milyar kantong plastik dibagikan secara gratis oleh supermarket di
seluruh dunia setiap tahunnya.
Kantong plastik mulai marak digunakan sejak masuknya supermarket di
kota-kota besar. Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah
plastik mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer. Kegiatan produksi
plastik membutuhkan sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon
setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak hemat energi. Pada
tahap pembuangan di lahan penimbunan sampah (TPA), sampah plastik
mengeluarkan gas rumah kaca.
D. Usaha Pengendalian Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan
dapat menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah, justru memberikan
permasalahan lingkungan yang baru.
Kerusakan tanah, air tanah, dan air permukaan sekitar akibat air lindi,
sudah mencapai tahap yang membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya
dari segi sanitasi lingkungan. Gambaran yang paling mendasar dari
penerapan teknologi lahan urug saniter (sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup luas untuk tiap satuan volume sampah yang akan diolah.
Teknologi ini memang direncanakan untuk suatu kota yang memiliki lahan
dalam jumlah yang luas dan murah. Pada kenyataannya, lahan di berbagai
kota besar di Indonesia dapat dikatakan sangat terbatas dan dengan harga
yang tinggi pula. Dalam hal ini, penerapan lahan urug saniter sangatlah
tidak sesuai.
Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat diperkirakan bahwa teknologi
yang paling tepat untuk pemecahan masalah di atas, adalah teknologi
pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan lahan.
Konsep utama dalam pemusnahan sampah selaku buangan padat adalah reduksi
volume secara maksimum. Salah satu teknologi yang dapat menjawab
tantangan tersebut adalah teknologi pembakaran yang terkontrol atau
insinerasi, dengan menggunakan insinerator.
Teknologi insinerasi membutuhkan luas lahan yang lebih hemat, dan
disertai dengan reduksi volume residu yang tersisa (fly ash dan bottom
ash) dibandingkan dengan volume sampah semula. Ternyata pelaksanaan
teknologi ini justru lebih banyak memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan berupa pencemaran udara. Produk pembakaran yang terbentuk
berupa gas buang COx, NOx, SOx, partikulat, dioksin, furan, dan logam
berat yang dilepaskan ke atmosfer harus dipertimbangkan.
Selain itu proses insinerator menghasilakan Dioxin yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya kanker, sistem kekebalan,
reproduksi, dan masalah pertumbuhan. Global Anti-Incenatot Alliance
(GAIA) juga menyebutkan bahwa insinerator juga merupakan sumber utama
pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat, yang
mengganggu sistem motorik, sistem panca indera dan kerja sistem
kesadaran.
Belajar dari kegagalan program pengolahan sampah di atas, maka paradigma
penanganan sampah sebagai suatu produk yang tidak lagi bermanfaat dan
cenderung untuk dibuang begitu saja harus diubah.
Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk
merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara
pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi
secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya
yang aman dalam kerangka siklus ekologis.
E. Prinsip-prinsip Produksi
Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam
keseharian, misalnya, dengan menerapkan Prinsip 4R, yaitu: Reduce
(Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material
yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin
banyak sampah yang dihasilkan. Re-use (Memakai kembali); sebisa mungkin
pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian
barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang).
Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi
sampah. Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah
tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur
ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri
rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Teknologi daur ulang, khususnya bagi sampah plastik, sampah kaca, dan
sampah logam, merupakan suatu jawaban atas upaya memaksimalkan material
setelah menjadi sampah, untuk dikembalikan lagi dalam siklus daur ulang
material tersebut. Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai
sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekalai
dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya
memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti
kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan
pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi
secara alami.
Selain itu, untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development), saat ini mulai dikembangkan penggunaan pupuk organik yang
diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang harganya kian
melambung. Penggunaan kompos telah terbukti mampu mempertahankan
kualitas unsur hara tanah, meningkatkan waktu retensi air dalam tanah,
serta mampu memelihara mikroorganisme alami tanah yang ikut berperan
dalam proses adsorpsi humus oleh tanaman.
Penggunaan kompos sebagai produk pengolahan sampah organik juga harus
diikuti dengan kebijakan dan strategi yang mendukung. Pemberian insentif
bagi para petani yang hendak mengaplikasikan pertanian organik dengan
menggunakan pupuk kompos, akan mendorong petani lainnya untuk
menjalankan sistem pertanian organik.
Kelangkaan dan makin membubungnya harga pupuk kimia saat ini, seharusnya
dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan sistem pertanian
organik.
F. Peran Pemerintah dalam Menangani Sampah
Dari perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan bahwa
penanganan masalah sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh
Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota). Pada tingkat perkembangan
kehidupan masyarakat dewasa ini memerlukan pergeseran pendekatan ke
pendekatan sumber dan perubahan paradigma yang pada gilirannya
memerlukan adanya campur tangan dari Pemerintah. Pengelolaan sampah
meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pemanfaatan,
pengangkutan, pengolahan.
Berangkat dari pengertian pengelolaan sampah dapat disimpulkan adanya
dua aspek, yaitu penetapan kebijakan (beleid, policy) pengelolaan
sampah, dan pelaksanaan pengelolaan sampah. Kebijakan pengelolaan sampah
harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat karena mempunyai cakupan
nasional.
Kebijakan pengelolaan sampah ini meliputi : Penetapan instrumen
kebijakan: instrumen regulasi: penetapan aturan kebijakan
(beleidregels), undang-undang dan hukum yang jelas tentang sampah dan
perusakan lingkungan instrumen ekonomik: penetapan instrumen ekonomi
untuk mengurangi beban penanganan akhir sampah (sistem insentif dan
disinsentif) dan pemberlakuan pajak bagi perusahaan yang menghasilkan
sampah, serta melakukan uji dampak lingkungan Mendorong pengembangan
upaya mengurangi (reduce), memakai kembali (re-use), dan mendaur-ulang (recycling)
sampah, dan mengganti (replace); Pengembangan produk dan kemasan ramah
lingkungan; Pengembangan teknologi, standar dan prosedur penanganan
sampah: Penetapan kriteria dan standar minimal penentuan lokasi
penanganan akhir sampah; penetapan lokasi pengolahan akhir sampah; luas
minimal lahan untuk lokasi pengolahan akhir sampah; penetapan lahan
penyangga.
G. Kompos, Alternatif Problem Sampah
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik.
Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga
pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Pengomposan
dapat mengendalikan bahaya pencemaran yang mungkin terjadi dan
menghasilkan keuntungan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun
anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan. Pengomposan merupakan
penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologis dalam
temperatur thermophilic (suhu tinggi) dengan hasil akhir berupa bahan
yang cukup bagus untuk diaplikasikan ke tanah.
Pengomposan dapat dilakukan secara bersih dan tanpa menghasilkan
kegaduhan di dalam maupun di luar ruangan. Teknologi pengomposan sampah
sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa
bahan tambahan.
Bahan tambahan yang biasa digunakan Activator Kompos seperti Green
Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau
menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Keunggulan
dari proses pengomposan antara lain teknologinya yang sederhana, biaya
penanganan yang relatif rendah, serta dapat menangani sampah dalam
jumlah yang banyak (tergantung luasan lahan).
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan
murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang
terlalu sulit. Dekomposisi
bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan
bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan
organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan
untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya
untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga
produksi tanaman menjadi lebih tinggi.
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk
menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian,
menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di
TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta
mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung
karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota,
lumpur cair dan limbah industri pertanian.
0 komentar:
Posting Komentar